Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting
sekali, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan bangsa. Sebab
jatuh-bangunnya, jaya-hancurnya, sejahtera-rusaknya sesuatu bangsa, masyarakat
dan bangsa, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik akan
sejahteralah lahir-batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk rusaklah lahirnya
dan atau batinnya.
Melihat betapa pentingnya peranan akhlak dalam kehidupan sehari-hari,
maka lembaga pendidikan merupakan salah satu wadah yang diharapkan oleh
masyarakat untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para siswanya tidak
saja bimbingan dan pengarahan dalam hal ilmu pengetahuan tetapi juga dalam hal
tata krama pergaulan. Sebab sekolah merupakan tempat latihan melaksanakan
etiket-etiket dan tata cara yang harus dipatuhi yang mempunyai sanksi kurikuler
terhadap si anak, sehingga dengan demikian dapat dibina kebiasaan-kebiasaan dan
dikembangkannya etiket-etiket yang baik menjadi akhlak si anak baik di dalam
sekolah maupun di luar sekolah.
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa dalam faktor sekolah sebagai salah
satu pembentuk sumber akhlak mempunyai faktor-faktor yang penting di dalamnya,
antara lain yaitu: guru. Faktor guru, peranannya sangat penting dalam sekolah
sebagai pendidik dan pengajar. Bagi anak yang belum, segala yang dilakukan
guru itulah yang baik dan ideal, sehingga sikap dan tindakan guru selalu ditiru
dan diteladani.
Apa yang diajarkan guru itulah yang dianggap benar dan itulah yang
berkesan di ingatan anak, walaupun pelajaran guru itu salah; dan kalau ada
orang lain yang bukan gurunya akan membetulkan, sukar bagi si anak murid untuk
menerimanya, sebab berlainan dengan yang diajarkan oleh gurunya, dan karena
anggapan bagi si anak, bahwa gurunyalah yang benar (Rachmat Djatnika,
1992:101).
Pendidikan
Agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia
agamis dengan menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang
terpuji untuk menjadi manusia yang takwa kepada Allah SWT (Basyiruddin, 2002:
4). Pendidikan Agama tidak hanya sekedar menyampaikan ajaran agama pada peserta
didik, tapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya
(Mutholi’ah, 2002:1). Ia dapat menjadikan ajaran agama Islam sebagai way of life (jalan kehidupan).
Pendidikan sebagai kebutuhan
mutlak dalam kehidupan manusia yaitu untuk mengembangkan sumber daya insani
berdasarkan nilai-nilai illahi, pendidikan juga merupakan cara yang paling
tepat untuk menciptakan generasi yang kuat baik jasmaninya ataupun rohaninya.
Khusus pendidikan yang mengarah ke rohani dapat ditempuh melalui pendidikan
akhlak lebih-lebih pada anak.
Taman
kanak-kanak
sebagai lembaga pendidikan untuk anak usia pra sekolah, dimana anak tersebut
memiliki masa peka dan suka meniru terhadap perbuatan orang lain yang
dikaguminya. Hal ini agar dimanfaatkan dalam rangka membentuk kepribadian anak
sebagai penerus cita-cita bangsa selaku warga negara yang baik dan taat kepada
ajaran agama dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Untuk mencapai tujuan
tersebut sangat tergantung kepada corak atau warna pendidikan yang
diberikannya. Apapun bentuknya pendidikan yang ditanamkan pada anak didik pada
usia pra sekolah akan langsung mempengaruhi pembentukan jiwa anak selanjutnya
(Nasrun, 1981:2).
Untuk
menunjang keberhasilan proses ini diperlukan metode dan media yang tepat,
selalu disesuaikan dengan kondisi anak-anak, mudah dipahami, menggembirakan dan
memberikan kesan yang lebih dalam di hati (Zuhairini dkk, 1983:49).
Sayangnya, selama ini proses pembelajaran pengenalan nilai-nilai
akhlak, guru masih kurang memberikan banyak contoh yang dapat diteladani dan
tidak dapat diteladani. Artinya pembelajaran pengenalan nilai-nilai akhlak pada
anak didik, selama ini masih menggunakan metode ceramah sehingga kurang
terjalin komunikasi interaktif antara guru dan siswa. Salah satu metode yang layak diterapkan adalah penggunaan metode cerita. Dalam implementasinya, guru hendaknya memperbanyak contoh-contoh perbuatan baik dan buruk, sebagai upaya pengenalan sekaligus penanaman pemahaman nilai-nilai akhlak pada anak didik. Dan
diharapkan penggunaan metode tersebut mampu meningkatkan kemampuan mereka
terhadap pemahaman nilai-nilai akhlak.
Dalam
mengaplikasikan metode ini dalam proses belajar mengajar (PBM), metode ceritera
merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan baik. Metode ini
mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal, dengan mengemukakan
argumentasi yang logis. (Ulwan, 1988:77)
Untuk
itu pendidik perlu menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik anak didik, hingga proses pembelajaran akhlak dengan metode cerita dapat tepat sasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar