Selasa, 22 Januari 2013

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA PAUD



A.    Perkembangan Kemampuan Berbahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak  yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa ini tidak selalu didominasi oleh kemampuan membaca saja tetapi juga terdapat sub potensi lainnya yang memiliki peranan yang lebih besar seperti penguasaan kosa kata, pemahaman (mendengar dan menyimak) dan kemampuan berkomunikasi.
Pada usia Taman Kanak-Kanak (4–6 tahun), perkembangan kamampuan berbahasa anak ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut :
1.      Mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi.
2.      Memiliki  berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan, kata tanya dan kata sambung.
3.      Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.

5.      Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar

Perkembangan kemampuan tersebut muncul ditandai oleh berbagai gejala seperti senang bertanya dan memberikan informasi tentang berbagai hal, berbicara sendiri, dengan atau tanpa menggunakan alat seperti (boneka, mobil mainan, dan sebagainya). Mencoret-coret buku atau dinding dan menceritakan sesuatu yang fantastik. Gejala-gejala ini merupakan pertanda munculnya kepermukaan berbagai jenis potensi tersembunyi (hidden potency) menjadi potensi tampak (actual potency). Kondisi tersebut menunjukkan berfungsi dan berkembangnya sel-sel saraf pada otak. (DepDikNas, 2000 : 6)
Secara khusus, perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1.      Tahap fantasi (magical stage)
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berpikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balikan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama, guru dapat memberikan atau menunjukkan model/contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak.

2.      Tahap pembentukan konsep diri (self concept stage)
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan.
Pada tahap kedua, orang tua atau guru memberikan rangsangan dengan jalan membacakan sesuatu pada anak. Guru hendaknya memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak. Orang tua atau guru juga hendaknya melibatkan anak membacakan buku.

3.      Tahap membaca gambar (bridging reading stage)
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalinya serta sudah mengenal abjad.
Pada tahap ketiga, guru membacakan sesuatu pada anak-anak, menghadirkan berbagai kosa kata pada lagu dan puisi, memberikan kesempatan sesering mungkin.

4.      Tahap pengenalan bacaan (take-off reader stage)
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (fraphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan.
Pada tahap keempat guru masih harus membacakan sesuatu pada anak-anak sehingga mendorong anak membaca suatu pada berbagai situasi. Orang tua dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.

5.      Tahap membaca lancar (independent reader stage)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca. (DepDikNas, 2000 : 7 – 8).

Untuk memberikan rangsangan positif terhadap munculnya berbagai potensi keberbahasaan anak diatas maka permainan dan berbagai alatnya memegang peranan penting. Lingkungan (termasuk didalamnya peranan orang tua dan guru) seharusnya menciptakan berbagai aktifitas bermain secara sederhana yang memberikan arah dan bimbingan agar berbagai potensi yang tampak akan tumbuh dan berkembang secara optimal

B.     Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di Taman Kanak-KanaK 
Untuk melaksanakan pembelajaran kemampuan berbahasa guru perlu mengindentifikasi kemampuan yang diharapkan di capai dalam kurikulum Taman Kanak-Kanak 2004 yang relevan, kemampuan-kemampuan tersebut dipilih dan dikelompokkan agar memudahkan guru yang identifikasi berbagai bentuk kemampuan yang mendasari perkembangan membaca dalam kegiatan belajar mengajar.
Kemampuan dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak 2004 dapat disusun dan dikelompokkan dalam permainan membaca sebagai berikut :
1.      Kemampuan mendengar
Kemampuan mendengar merupakan kemampuan anak untuk dapat menghayati alam dan mendengar pendapat orang lain dengan indera pendengaran. Kemampuan ini berkaitan dengan kesanggupan anak-anak mengangkap isi pesan dari orang lain secara benar

2.      Kemampuan melihat dan memahami
Kemampuan melihat merupakan kemampuan untuk dapat menghayati dan mengamati atau dengan menggunakan indera penglihatan. Kemampuan ini berkaitan dengan bentuk kesanggupan anak melihat sesuatu benda atau peristiwa serta membahami hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu tersebut.

3.      Kamampuan berbicara
Kemampuan berbicara merupakan kemampuan anak berkomunikasi secara lisan dengan orang lain. Kemampuan ini memberikan gambaran tentang kesanggupan anak menyusun berbagai kosa kata yang telah dikuasai menjadi sesuatu rangkaian pembicaraan secara berstruktur.

4.      Membaca gambar
Kemampuan ini mengungkapkan kesanggupan anak membaca sesuatu menggunakan gambar. Kemampuan ini sebagai tahap awat dalam membaca permulaan, indikator yang termasuk dalam kemampuan ini adalah.
a.         Membuat gambar dan menceritakan isi gambar dengan beberapa coretan / tulisan yang sudah berbentuk huruf atau kata. (Bhs. 11)
b.         Bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri dengan urut dan berbahasa yang jelas. (Bhs. 13)
c.         Mengurutkan dan menceritakan isi gambar seri (4 – 6 gambar). (Bhs. 14)
d.        Membaca buku untuk bergambar yang memiliki kalimat sederhana dan menceritakan isi buku dengan menunjukkan beberapa kata yang dikenalnya.
e.         Menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya. (Bhs. 16)

Materi permainan disusun dan dikembangkan berdasarkan kemampuan yang akan dicapai. Disamping pengembangan materi harus diterapkan permainan yang cocok dengan kegiatan. Media dan sarana serta proses permainan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran kemampuan berbahasa di Taman Kanak-Kanak. (DepDikNas, 2000 : 31)

Senin, 21 Januari 2013

Penanaman Akhlak Pada PAUD

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun seba­gai masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh-bangunnya, jaya-han­curnya, sejahtera-rusaknya sesuatu bangsa, masyarakat dan bangsa, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akh­laknya baik akan sejahteralah lahir-batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk rusaklah la­hirnya dan atau batinnya.
Melihat betapa pentingnya peranan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, maka lembaga pendidikan merupakan salah satu wadah yang diharapkan oleh masyarakat untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada para siswanya tidak saja bimbingan dan pengarahan dalam hal ilmu pengetahuan tetapi juga dalam hal tata krama pergaulan. Sebab sekolah merupakan tempat latihan melak­sanakan etiket-etiket dan tata cara yang harus dipatuhi yang mempunyai sanksi kurikuler terhadap si anak, sehingga dengan demikian dapat dibina kebiasaan-kebiasaan dan dikembangkan­nya etiket-etiket yang baik menjadi akhlak si anak baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa dalam faktor se­kolah sebagai salah satu pembentuk sumber akhlak mempunyai faktor-faktor yang penting di dalamnya, antara lain yaitu: guru. Faktor guru, peranannya sangat penting dalam sekolah se­bagai pendidik dan pengajar. Bagi anak yang belum, segala yang dilakukan guru itulah yang baik dan ideal, sehingga sikap dan tindakan guru selalu ditiru dan diteladani.
Apa yang diajarkan guru itulah yang dianggap benar dan itulah yang berkesan di ingatan anak, walaupun pelajaran guru itu salah; dan kalau ada orang lain yang bukan gurunya akan membetulkan, sukar bagi si anak murid untuk menerimanya, sebab berlainan dengan yang diajarkan oleh gurunya, dan kare­na anggapan bagi si anak, bahwa gurunyalah yang benar (Rachmat Djatnika, 1992:101).
              Pendidikan Agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang takwa kepada Allah SWT (Basyiruddin, 2002: 4). Pendidikan Agama tidak hanya sekedar menyampaikan ajaran agama pada peserta didik, tapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya (Mutholi’ah, 2002:1). Ia dapat menjadikan ajaran agama Islam sebagai way of life (jalan kehidupan).
              Pendidikan sebagai kebutuhan mutlak dalam kehidupan manusia yaitu untuk mengembangkan sumber daya insani berdasarkan nilai-nilai illahi, pendidikan juga merupakan cara yang paling tepat untuk menciptakan generasi yang kuat baik jasmaninya ataupun rohaninya. Khusus pendidikan yang mengarah ke rohani dapat ditempuh melalui pendidikan akhlak lebih-lebih pada anak.
              Taman kanak-kanak sebagai lembaga pendidikan untuk anak usia pra sekolah, dimana anak tersebut memiliki masa peka dan suka meniru terhadap perbuatan orang lain yang dikaguminya. Hal ini agar dimanfaatkan dalam rangka membentuk kepribadian anak sebagai penerus cita-cita bangsa selaku warga negara yang baik dan taat kepada ajaran agama dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Untuk mencapai tujuan tersebut sangat tergantung kepada corak atau warna pendidikan yang diberikannya. Apapun bentuknya pendidikan yang ditanamkan pada anak didik pada usia pra sekolah akan langsung mempengaruhi pembentukan jiwa anak selanjutnya (Nasrun, 1981:2).
              Untuk menunjang keberhasilan proses ini diperlukan metode dan media yang tepat, selalu disesuaikan dengan kondisi anak-anak, mudah dipahami, menggembirakan dan memberikan kesan yang lebih dalam di hati (Zuhairini dkk, 1983:49).
              Sayangnya, selama ini proses pembelajaran pengenalan nilai-nilai akhlak, guru masih kurang memberikan banyak contoh yang dapat diteladani dan tidak dapat diteladani. Artinya pembelajaran pengenalan nilai-nilai akhlak pada anak didik, selama ini masih menggunakan metode ceramah sehingga kurang terjalin komunikasi interaktif antara guru dan siswa. Salah satu metode yang layak diterapkan adalah penggunaan metode cerita. Dalam implementasinya, guru hendaknya memperbanyak contoh-contoh perbuatan baik dan buruk, sebagai upaya pengenalan sekaligus penanaman pemahaman nilai-nilai akhlak pada anak didik. Dan diharapkan penggunaan metode tersebut mampu meningkatkan kemampuan mereka terhadap pemahaman nilai-nilai akhlak.
              Dalam mengaplikasikan metode ini dalam proses belajar mengajar (PBM), metode ceritera merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan baik. Metode ini mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal, dengan mengemukakan argumentasi yang logis. (Ulwan, 1988:77)
              Untuk itu pendidik perlu menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik anak didik, hingga proses pembelajaran akhlak dengan metode cerita dapat tepat sasaran.